Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning).
Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengejaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajarn ini cocok untuk pengetahuan dasar maupun kompleks.
PBL (Problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan menjadi fokus,stimulus dan pemandu proses belajar, sementara guru menjadi fasilitator dan pembimbing. PBL mempunyai banyak variasi diantaranya terdapat lima bentuk belajar berbasis masalah:
- Permasalahan sebagai pemandu: Masalah menjadi acuan konkrit yang harus menjadi perhatian pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi kerangka berpikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.
- Permasalahan sebagai kesatuan & alat evaluasi: Masalah disajikan setelah tugas2 & penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan bagi pemelajar untuk menerpakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah.
- Permasalahan sebagai contoh: Masalah dijadikan contoh & bagian dari bahan belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep atau prinsip & dibahas antara pemelajar & guru.
- Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar: Masalah dijadikan alat untuk melatih pemelajar bernalar & berpikir kritis.
- Permasalahan sebagai stimulus belajar: Masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan ketrampilan mengumpulkan & menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan ketrampilan metakognitif.
Definisi pendekatan belajar berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu lingkungan belajar di mana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahawa mereka harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan ini juga mencakup keduanya: sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum yang terdiri dari masalah-masalah yang telah dirancang dan dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pemelajar dalam critical knowledge, problem solving proficiency, self-directed learning strategis dan team participation skills. Prosesnya meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir. (Barrows dan Kelson)
Para ahli lainnya mengemukakan bahwa pendekatan berbasis masakah adalah suatu pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar yang menghadapi masalah, dengan latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud & Feletti). Pendekatan ini juga suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk ”learn to learn” , bekerjasama dalam sebuah group untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang nyata di dunia ini. Masalah-masalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta untuk menemukan dan mengunakan sumber-sumber belajar.
Ada sejumlah tujuan dari problem based learning ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), Problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal (1) adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan, (2) aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang, (3) pemikiran yang kreatif dan kritis, (4) adopsi data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi, (5) apresisais dari beragam cara pandang, (6) kolaborasi tim yang sukses, (7) identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan, (8) kemajuan mengarahkan diri sendiri, (9) kemampuan komunikasi yang efektif, (10) uraian dasar-dasar/argumentasi pengetahuan, (11) kemampuan dalam kepemimpinan, (12) pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.
Bagaimana peranan dan prosedur problem based learning dalam pembelajaran? Hal ini bisa dijawab dengan contoh berikut:
Dalam sebuah kelas dibagi beberapa grup. Masing-masing group terdiri 5 pelajar. Pada tahap awal, group-grup tersebut mendefinisikan tentang learning issues, mereka meyakini bahwa setiap masalah baru disajikan untuk menentukan bagaimana cara membagi tugas kerja mereka memecahkan masalah tersebut. Dengan demikan implementasi problem based learning yang agresif memerlukan sumber-sumber pustaka yang banyak. Demikian juga dalam kelas yang besar memerlukan jumlah tutor yang memadai untuk bertindak sebagai fasilitator dalam group-group. Fasilitator ini memiliki peranan dan tantangan yang kuat, mereka harus mengetahui cara bekerja dalam tim, melatih kerjasama, membimbing tanpa berkesan seperti bepura-pura menyembunyikan jawaban, dan bagaimana menyajikan masalah-masalah yang autentik
** Bebas disunting dengan menyebutkan sumber **