Sejarah demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintah. Jika digabungkan kedua kata tersebut berarti kekuasaan rakyat atau pemerintah dari rakyat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pererintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan negara.
Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengendalikan bahwa kekuasaan itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih partisipatif demokrasi bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama rakyat artinya, kekuasan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.
Keempat ciri itulah yang tercakup dalam pengertian kedulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri, serta dengan terus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara.
Namun demikian, penerapan system demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang menjadi warga negara terlibat langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan negara. Demokrasi zaman Yunani kuno sering disebut dengan demokrasi langsung atau demokrasi murni. Penerapan sistem demokrasi dengan cara tadi tentunya tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, karena saat ini hampir setiap negara memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar. Kondisi itulah yang membuat setiap perkara kenegaran tidak mungkin dibicarakan secara langsung dengan seluruh rakyat. Oleh karena dilakukan secara perwakilan, maka sistem demokrasi seperti ini seiring disebut sebagai demokrasi tak langsung atau demokrasi perwakilan.
Sejarah Demokrasi di Dunia
Negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena. Ia tepatnya berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Proses pemerintahan di Athena itu dimulai oleh Kleistenes pada tahun 507 sebelum Masehi dengan perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh Efialtes pada tahun 462-461 sebelum Masehi. Setelah kematian Efialtes, tidak ada badan politik yang lebih berkuasa daripada Dewan Rakyat. Dewan Rakyat di Athena terbuka bagi semua warga negara lelaki yang merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau tingkatannya. Pertemuan diadakan 40 kali setahun, biasanya di suatu tempat yang disebut Pniks, suatu amfiteater alam pada salah satu bukit di sebelah barat Akropolis. Dalam teori, setiap anggota Dewan Rakyat dapat mengatakan apa saja, asalkan ia dapat menguasai pendengar. Salah seorang tokoh penting pada masa jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit, aristokrat, ahli pidato, dan warga kota pertama. Pada musim dingin tahun 431-430 sebelum Masehi, ketika perang Peloponnesus mulai, Perikles menyampaikan suatu pidato pemakaman. Alih-alih menghormati yang gugur saja, ia memilih memuliakan Athena :
“Konstitusi kita disebut demokrasi, karena kekuasaan tidak ada di tangan segolongan kecil melainkan di tangan seluruh rakyat. Dalam menyelesaikan masalah pribadi, semua orang setara di hadapan hukum; bila soalnya ialah memilih seseorang di atas orang lain untuk jabatan dengan tanggung jawab umum, yang diperhitungkan bukan keanggotaannya dalam salah satu golongan tertentu, tetapi kecakapan orang itu. Di sini setiap orang tidak hanya menaruh perhatian akan urusannya sendiri, melainkan juga urusan negara.
Selanjutnya di Eropa selama berabad-abad sistem pemerintahan sebagian besar adalah monarki absolut. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan muculnya Magna Charta tahun 1215 di Inggris. Piagam ini merupakan kontrak antara raja Inggris dengan bangsawan. Isi piagam tersebut adalah kesepakatan bahwa raja John mengakui dan menjamin beberapa hak yang dimiliki bawahannya. Selanjutnya sejak abad 13 perjuangan terhadap perekembangan demokrasi terus berjalan.
Pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik. Montesquieu, menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica menganjurkan pemisahan kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang.
Reformasi intelektual yang disusul oleh reformasi dan revolusi sosial yang berlangsung sepanjang abad ke 17 dan 18 di Eropa Barat, diantaranya telah melahirkan sistem demokrasi di dalam tata bermasyarakat dan berpemerintahan. Sebenarnya yang terjadi di Eropa ketika demokrasi menjadi alternatif adalah penerusan dari suatu tradisi tentang tata cara pengaturan hidup bersama yang dilaksanakan oleh warga kota Athena, Yunani, pada beberapa abad sebelum masehi. Sejak tiga dekade terakhir dunia menyaksikan kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan demokrasi. Sejak tahun 1972 jumlah negara yang mengadopsi sistem politik demokrasi telah meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 44 menjadi 107. Pada akhir tahun 90-an, hampir seluruh negara di dunia ini mengadopsi pemerintahan demokratis, meski masing-masing dengan variasi sistem politik tertentu.
Sejarah Demokrasi di Indonesia
Bangsa dan negeri Indonesia telah mengadopsi sistem demokrasi, meski harus diberi pula catatan-catatan tentang pengalaman ber-Demokrasi Terpimpin” pada masa Soekarno dan ber”Demokrasi Pancasila” pada masa Soeharto. Di era reformasi sekarang, Indonesia tetap mengadopsi sistem itu. Berdasarkan kedua pengalaman berdemokrasi di tanah air tersebut, era reformasi sekarang ini biasa dipandang sebagai era transisi menuju “demokrasi yang sesungguhnya”. Dalam masa yang singkat, Indonesia di era reformasi telah melaksanakan pemilu calon anggota legislatif, calon presiden dan wakilnya secara langsung, serta pilkada di berbagai daerah dan kota. Pada masa yang singkat pula, semangat pemekaran dan perubahan status wilayah tampak di beberapa kawasan di tanah air.
Usaha untuk memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan yang demokratis tersebut misalnya dapat dilihat dari hadirnya rumusan model demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan Indonesia, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila.
Namun, hingga hampir sepuluh tahun perubahan politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia, transisi menuju pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan sebuah pemerintahan yang profesional, efektif, efisien, dan kredibel. Demokrasi yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah Olle Tornquist hanya menghasilkan Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, akhirnya hanya bisa dilihat sebagai demokrasi elitis, dimana kekuasaan terletak pada sirkulasi para elit. Rakyat hanya sebagai pendukung, untuk memilih siapa dari kelompok elit yang sebaiknya memerintah masyarakat.
Daftar Pustaka
- Asshiddiqie, Jimly. 2006. “Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi”. Jakarta: Konstitusi Press.
- Dwiyono, Agus. 2007.“Kewarganegaraan SMP Kelas VIII”. Jakarta: Yudhistira.
- Mathar, M. Qasim. “Umat Beragama di Alam Demokrasi”. https://www.komunitasdemokrasi.or.id/
- Verdinand, “Memilih Demokrasi untuk Indonesia”, https://portalhi.web.id/
** Bebas disunting dengan menyebutkan sumber **